Memahami Jati Diri Tunisia
Dibalik Puing-Puing Kerajaan Carthage
Hari Kesepuluh di Tunisia, Rabu, 29 Oktober 2014
Tunisia kaya dengan peninggalan-peninggalan bersejarah,
diantaranya adalah puing-puing reruntuhan kerajaan Kartago (Carthage), berdiri
sekitar tahun 814 SM. Kerajaan Kartago yang terletak di Tunisia menjadi
pusat Kerajaan Romawi di Selatan
Mediterania. Tempat inilah yang menjadi pilihan kunjungan saya bersama peserta
POSFI yang lain pada hari Rabu, 29 Oktober 2014. Di tempat tersebut terdapat
puing-puing taman (hammamat) termegah yang dimiliki raja-raja Romawi. Ia
dibangun antara tahun 145 M dan 165 M. Dalam sejarah disebutkan, bahwa hammamat
Carthage dihancurkan oleh kerajaan Vandal, dan dibiarkan terkubur dalam tanah,
dan baru disingkap dari timbunan tanah pada tahun 1945. Selain hammaat,
di Carthage terdapat Gereja tua, dibangun pada abad ketujuh masehi, dan rumah
“adat” Romawi (al-manazil al-Rumaniyyah/villas), serta moseum
benda-benda bersejarah kerajaan Romawi.
Banyak hal yang dapat diambil manfaatnya dari kunjungan
ke tempat bersejarah tersebut, yaitu antara lain:
1. Negara tidak boleh mengabaikan fakta sejarah, apalagi memutarbalikkan dan
menghancurkannya. Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau belajar dari
sejarah, sehingga tidak tercerabut dari akar jati dirinya.
2. Peninggalan bersejarah menyimpan seribu makna yang dapat ditangkap oleh
siapapun yang mau memaknainya, dan kemudian makna-makna tersebut dapat
diaktualisasikan dalam kehidupan sekarang dan akan datang. Oleh karena itu,
tidak ada seseorangpun yang dapat mengklaim sebagai satu-satunya orang yang
berhak memberikan interpretasi terhadap benda bersejarah tersebut. Adalah suatu
hal yang wajar kalau masing-masing orang yang mendatangi tempat bersejarah,
termasuk Carthage, akan mendapatkan
kesan atau makna yang berbeda dengan makna atau kesan yang ditangkap oleh orang
lain.
3. Kalau warga negara Tunisia bangga
dengan Carthage sebagai bukti sejarah panjang negaranya, maka kita sebagai warga
negara Indonesia seharusnya juga bangga dengan sejarah bangasa kita, seperti
kerajaan Majapahit, Sriwijaya dan lainnya. Namun pertanyaanya kemudian adalah,
sudahkah negara kita, tepatnya pemerintah, telah melakukan pelestarian puing-puing bersejarah berkaitan
dengan napak tilas kerajaan-kerajaan besar di Indonesia? Kalau di Carthage
Tunisia pengunjung disuguhi bekas peti raja-raja Romawi, lalu dimanakah
gerangan orang Indonesia mendapati tempat
patih Gajah Mada beristirahat selama-lamanya?. Sampai saat ini, yang
dapat menjawab kegelisahan tersebut hanya mendiang Patih Gajah Mada sendiri,
kalau bukan “rumput yang bergoyang”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar